Aku dapet cerita ini dari milis yang aku ikutin, biasanya aku ga tertarik sama satu cerita, tapi aku tertarik sama cerita ini, aku sendiri kurang tahu apa cerita ini diambil dari kisah nyata atau ga.. Tapi dari yang aku lihat sendiri, aku sedikit merasa prihatin sama orang tua- orang tua jaman sekarang, mereka terlalu sibuk mengejar uang untuk memenuhi "kebutuhan" anaknya. Menurut pendapat aku, uang memang penting, tapi setidaknya beri satu hari dalam satu minggu untuk anak-anak kita. Kita tidak mau mereka jadi anak "suster" kan?? Yang lebih sayang sama susternya daripada papi-maminya, semoga cerita ini bisa jadi pelajaran untuk siapapun yang membaca yah...
"Gaji papa berapa ya??"
Seperti biasa Doni, Kepala Cabang di salah satu Bank swasta di Jakarta , tiba di rumahnya pada pukul 9 malam. Tidak seperti biasanya, Kiran, putri pertamanya yang baru duduk di kelas tiga SD membukakan pintu untuknya. Nampaknya Ia sudah menunggu cukup lama. "Kok, belum tidur ?" sapa Doni sambil mencium anaknya. Biasanya Sari memang sudah lelap ketika Ia pulang dan baru terjaga ketika Ia akan berangkat ke kantor pagi hari.
undefinedSambil membuntuti sang Papa menuju ruang keluarga, Kiran menjawab, "Aku nunggu Papa pulang. Sebab aku mau tanya berapa sih gaji Papa ?".
"Lho tumben, kok nanya gaji Papa ? Mau minta uang lagi, ya ?".
"Ah, enggak. Pengen tahu aja" ucap Kiran singkat.
"Oke. Kamu boleh hitung sendiri. Setiap hari Papa bekerja sekitar 10 jam dan dibayar Rp 400.000,-. Setiap bulan rata-rata dihitung 22 Hari kerja. Sabtu dan minggu libur, kadang Sabtu Papa masih lembur. Jadi, gaji Papa dalam satu bulan berapa, hayo ?". Kiran berlari mengambil kertas dan pensilnya dari meja belajar sementara Papanya melepas sepatu dan menyalakan televisi. Ketika Doni beranjak menuju kamar untuk berganti pakaian, Kiran berlari mengikutinya. "Kalo satu hari Papa dibayar Rp 400.000,- untuk 10 jam, berarti satu jam Papa digaji Rp 40.000,- dong" katanya.
"Wah, pinter kamu. Sudah, sekarang cuci kaki, tidur" perintah Doni tetapi Kiran tidak beranjak. Sambil menyaksikan Papanya berganti pakaian, Kiran kembali bertanya, "Papa, aku boleh pinjam uang Rp 5.000,- enggak ?".
"Sudah, nggak usah macam-macam lagi. Buat apa minta uang malam-malam begini ? Papa capek. dan mau mandi dulu. Tidurlah".
"Tapi Papa..."
Kesabaran Doni pun habis. "Papa bilang tidur !" hardiknya mengejutkan Kiran. Anak kecil itu pun berbalik menuju kamarnya. Usai mandi, Doni nampak menyesali hardiknya. Ia pun menengok Kiran di kamar tidurnya. Anak kesayangannya itu belum tidur. Kiran didapati sedang terisak-isak pelan sambil memegang uang Rp 15.000,- di tangannya.
Sambil berbaring dan mengelus kepala bocah kecil itu, Doni berkata, "Maafkan Papa, Nak, Papa sayang sama Kiran. Tapi buat apa sih minta uang malam-malam begini ? Kalau mau beli mainan, besok kan bisa. Jangankan Rp 5.000,- lebih dari itu pun Papa kasih" tanya Doni. "Papa, aku enggak minta uang. Aku hanya pinjam. Nanti aku kembalikan kalau sudah menabung lagi dari uang jajan selama minggu ini".
"lya, iya, tapi buat apa ?" tanya Doni lembut.
"Aku menunggu Papa dari jam 8. Aku mau ajak Papa main ular tangga. Tiga puluh menit aja. Mama sering bilang kalo waktu Papa itu sangat berharga. Jadi, aku mau ganti waktu Papa. Aku buka tabunganku, hanya Ada Rp15.000,- tapi karena Papa bilang satu jam Papa dibayar Rp 40.000,-maka setengah jam aku harus ganti Rp 20.000,-. Tapi duit tabunganku kurang Rp 5.000, makanya aku mau pinjam dari Papa" kata Kiran polos.
Donipun terdiam. Ia kehilangan kata-kata. Dipeluknya bocah kecil itu erat-erat dengan perasaan haru. Dia baru menyadari, ternyata limpahan harta yang dia berikan selama ini, tidak cukup untuk "membeli" kebahagiaan anaknya.
0 komentar:
Posting Komentar